Oleh : Adi Taqwa (Mahasiswa S1 Fakultas Hukum Unhas)

SPIONASE-NEWS.COM, – OPINI – Salah satu ciri demokrasi adalah menyelenggarakan pemilihan umum. Pesta rakyat ini harus diadakan secara berkala, sehingga terpilih perwakilan atau pemimpin untuk menjalankan roda pemerintahan.ini menyifatkan demokrasi langsung, yaitu seluruh warga Negara dapat berpartisipasi secara langsung dalam pengambilan keputusan pemerintah.

Tentu dalam hal ini pemilu dilaksanakan untuk menuju kedaulatan rakyat. Sebab rakyat tidak mungkin memerintah secara langsung. Oleh karenanya pemilu sangatkah penting kedudukannya dalam demokrasi.

Demokrasi bukan hanya suatu sistem pemerintahan dalam suatu Negara, akan tetapi suatu proses untuk mencapai tujuan yang mulia yaitu kesejahteraan bagi seluruh rakyat (Indonesia).

Berkaca pada pelaksanaan demokrasi di daerah, pelaksanaan pemilihan kepala daerah sebagai suatu sistem demokrasi menjadi sebuah partisipasi pasif dalam masyarakat.

Partisipasi masyarakat berhenti pada “pemilih” bukan pada “dipilih” Hal ini bukan hanya karena “keterbatasan” masyarakat itu sendiri, melainkan “pembatasan/dibatasi” oleh sang “kosong-kosong”.?

Tentu pada statusnya sama, masyarakat. Namun pada kuasanya, (kosong-kosong) berkehendak seperti Tuhan.

Padahal landasan demokrasi Indonesia adalah pancasila yaitu pada sila yang berbunyi ketuhanan yang maha esa.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa tiap daerah punya ‘penguasa’.

Penguasa yang terbentuk oleh garis keturunan, kekuatan finansial maupun tuan tanah di tempat itu.‘Penguasa’ ini juga kadang diistilahkan sebagai ‘kosong-kosong’ yang artinya lebih berkuasa dari ‘kosong satu’. Yang di maksud dengan ‘kosong satu’ ialah kepala daerah sedang ‘kosong-kosong’ ialah ‘Bos’ kepala daerah.

Penulis bukan bermaksud ‘meragukan’ kapasitas sang “kosong-kosong” namun penulis hanya ingin mempertegas “gosip politik” yang sudah menjadi rahasia umum di tengah masyarakat luas.

Pada momentum pemilihan walikota Makassar di tahun 2018 lalu, incumbent Danny Pomanto tumbang ditengah kegigihannya melawan sang“kosong-kosong”.

Dari segi infrastruktur politik, Danny pomanto sudah layak bertarung di pilwali, melalui jalur independen Danny Pomanto mampu mengumpulkan jumlah ktp yang signifikan, sehingga layak menjadi calon walikota yang terdaftar di KPU berpasangan Indira Mulyasari.

Namun pada perjalanannya, DP-Indira ‘digugurkan’. Tentu keberhakkan yang menggugurkan hanyalah KPU, namun pada pembacaannya, masyarakat menilai ini kerjaan ’’kosong-kosong’’.

Selain Danny-Indira yang menempuh jalur independen atau non partai, ada Syamsu Rizal –Iqbal Djalil yang mencoba jalur partai. Pasangan yang menyebut diri DIAJI ini juga tak luput dari perhatian ”kosong-kosong” hingga ikut digugurkan sebelum mendaftar di KPU saat itu.

Kedua pasang calon wali kota dan wakil walikota ini memang punya potensi & kesempatan menang, sebab keduanya sama-sama incumbent sejak menangnya di pilwali tahun 2013 silam. Namun sebelum memasuki gelanggang pilwali 2018 kedua pasang ini telah gugur lebih dulu.

Pada momentum pemilihan walikota tahun 2020 mendatang, sederet figure tampil sebagai kontestan politik. Seabrek konsep & visi dipampang di media Cetak hingga elektronik memenuhi kolom-kolom beranda.

Berikut pesan-pesan singkat atau tagline yang digemborkan sebagai identitas atau semangat yang diharapkan mampu memahamkan masyarakat tentang diri pribadi calon dan visi yang akan diembang bila terpilih nanti.

Dari setumpuk tagline yang beredar, ada yang menarik perhatian penulis.

Nobody’s Perfect adalahtagline yang jika dianalisis memberikan pesan perlawanan. Sekedar informasi, sebelum saya menulis tulisan ini, saya konsultasi dengan kakanda yang sudah saya anggap sebagai guru.
Saya bertanya ke beliau,
“yang lebih tepat digunakan pada pilwali kali ini adalah kata perlawanan atau perjuangan?”
Beliau menjawab, ”perjuangan.

Alasannya perjuangan lebih luas maknanya dibanding perlawanan”.
namun penulis lebih keukeuh menggunakan kata perlawanan.

Sebab penulis melihat kosakata perlawanan lebih relevan untuk kondisi saat ini.

Secara etimologi, Nobody’s Perfect berarti tidak ada (manusia) yang sempurna. Namun jika dianalisis lebih lanjut, pesan ini menyampaikan sebuah perlawanan kepada sekelompok penguasa.

Kata Nobody’s Perfect menyiratkan bahwa setiap orang memiliki kesempatan dan kedudukan yang sama. Sehingga secara tidak langsung gosip politik yang selama ini beredar bahwa calon kepala daerah ada ditangan “kosong-kosong” dilawan dengan semangat perjuangan.

Tagline Nobody’s Perfect juga merupakan seruan kepada masyarakat untuk mengembalikan eksistensinya sebagai pemegang kekuatan.

Sejalan dengan itu, seperti yang diketahui bersama kalau tagline “Nobody’s Perfect” adalah narasi yang lahir dari seorang manusia biasa yang selalu berusaha memperbaiki dirinya.penulis kutip dari bio salah satu akun sosmednya.

Ialah H.M. Iqbal Djalil Lc lahir dari keluarga yang sederhana, walau memiliki beberapa tanah namun bukan sebagai tuan tanah, memiliki beberapa asset namun belum cukup untuk dikatakan berkekuatan finansial.

Sekedar diketahui, lahir dari keluarga yang sederhana, Ije sapaan akrabnya adalah cucu dari K.H Abd. Djabbar Ashiri, ulama kharismatik Sulawesi Selatan.

Berangkat dari itu, penulis berasumsi bahwa narasi Nobody’s Perfect lahir di rahim yang tepat. Hingga kedepannya ekspektasi pribadi penulis melihat ini akan menjadi bola salju yang akan menggelinding semakin besar sebagai arus perlawanan masyarakat. Tentu dalam hal ini ujung perjuangannya adalah kesadaran harga diri masyarakat.

Laporan : Agen 054 Mansyar M (Mks)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here