SPIONASE-NEWS.COM,- JAKARTA – Masih segar dalam memori public tentang aksi demostrasi penolakan revisi UU KPK dan RUU KUHP yang di inisiasi oleh sejumlah elemen Mahasiswa dan Pemuda di depan Gedung DPR/MPR RI pada tanggal 22 dan 24 hingga 26 September 2019.
Demonstrasi yang semula aman dan damai berahir rusuh tanpa terkendali dan berujung pada pengrusakan fasilitas pemerintah, bahkan aparat kemanan yang sedang mengamankan jalanya demonstrasi jadi berhadap-hadapan dengan amukan mahasiswa dan pelajar. Demonstrasi yang awalnya di Jakarta, terus menyebar ke berbagai Kota di Indonesia.
Aksi demonstrasi terus silih berganti. Mahasiswa selesai, muncul anak sekolah menengah. Mereka datang dari berbagai wilayah ibu kota, termasuk dari Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi dan Banten.
Demonstrasi yang berujung ricuh ini diyakini telah ditunggangi oleh kelompok tertentu yang tidak bertanggung jawab.
Aksi mahasiswa dan pelajar tidak mungkin melakukan aksi anarkis dan pembakaran. Mereka murni menyuarakan penolakannya atas beberapa revisi dan rancangan undang-undang.
Pasti dibalik itu ada penyusup dan provokator yang memang sengaja bertujuan melakukan kegiatan yang bersifat inkonstitusional atau melanggar hukum dan juga merusak citra mahasiswa dan pelajar.
Pola aksi diatas menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian hampir mirip dengan peristiwa rusuh di sekitar Bawaslu pada 21-23 Mei 2019. Dimulai sore hari dan selesai malam hari.
Ini terlihat cukup sistematis, artinya ada pihak yang mengatur. Bukannya hanya Kapolri mencurigai ada yang menunggangi aksi masa tersebut.
Menkopulhukam Wiranto juga mencurigai, yang dihadapi oleh aparat pada 24-25 September 2019 di depan gedung DPR/MPR adalah perusuh, bukan demonstran atau pengunjuk rasa. Dia juga menyebutnya sebagai preman.
Yang dihadapi bukan demonstran yang mengikuti aturan unjuk rasa, tapi betul-betul suatu kelompok perusuh yang dilaksanakan secara sistematis untuk melanggar hukum. Aksi lempar batu dan petasan sebagai buktinya. Mereka betul-betul mengerahkan bukan lagi pelajar, tapi juga preman dan perusuh yang bertindak brutal.
Sejak rusuh aksi demonstrasi dua hari itu, polisi telah menangkap 200 orang. Polisi juga menyita barang bukti berupa bom molotov. Hasil pemeriksaan di Polda Metro Jaya, mereka yang ditangkap bukan mahasiswa. Dari pemeriksaan itu juga polisi mengetahui ada pendemo bayaran yang ditangkap juga sebagian di antaranya bukan mahasiswa dan pelajar, mereka masyarakat umum. Ketika ditanya juga apa aksi itu, enggak paham tentang RUU.
Hal lain yang membuat kita semua yakin aksi tersebut ditunggangi adalah munculnya banyak hoax yang memprovokasi berbagai aksi di daerah.
Hal itu juga menandakan ada upaya provokasi dari pihak tertentu yang memanfaatkan aksi mahasiswa. Muncul hoax dan meme ataupun tulisan yang menyebabkan korban yang meninggal, padahal itu peristiwa di NTB.
Ada yang menyebutkan ada yang meninggal di RS Pelni, padahal masih dirawat dan banyak juga anggota TNI Polri yang terluka tapi tidak di-cover, yang di-cover adalah pendemo dan pesuruhnya yang terluka.
Memang ada upaya menciptakan adu domba dan seolah-olah ada korban, seolah-olah ada kekerasan yang eksesif dalam memancing emosi. Atas hal tersebut kami dari Front Aktivis dan Mahasiswa Pengawal Demokrasi menyatakan sikap sebagai berikut :
1. Meminta Polri segera mengungkap provokator dibalik kerusuhan aksi demonstrasi 22-25 Oktober 2019 di depan Gedung DPR/MPR RI
2. Meminta Polri segera tangkap Mastermind (aktor utama) dibalik aksi rusuh 22-25 Oktober 2019.
3. Polri bukan musuh pelajar dan mahasiswa, tetapi pelindung dan Pengayom rakyat.
4. Bersama rakyat Polri kuat dan semakin di cintai.
5. Mahasiswa dan pemuda siap mengawal periode ke dua kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
6. Mari bergandengan tangan untuk menjaga stabilitas keamanan demi tercapainya Indonesia maju yang adil dan makmur.
Laporan : Agen FH (Jkt)