Spionase-News.com,–JAKARTA– Juli 22/07/2018. Sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang kemudian menjadi trending topic di media sosial sebagai PPDB berbasis zonasi telah usai.
Para siswa baru sebagai produk PPDB itu sudah siap-siap memasuki kegiatan kurikuler baru
Mereka akan berada di sekolah baru, menjalani ritual pendidikan baru, dan mempersiapkan diri mencari bekal kompetensi dasar untuk hidup di era Revolusi Industri 4.0 abad ke-21 yang pasti akan dipenuhi dinamika dan turbulensi disrupsi teknologi.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengeluarkan kebijakan PPDB dengan menerbitkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2018 tentang
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah kejuruan, atau Bentuk Lain yang Sederajat.
Dari permendikbud yang ditetapkan pada 2 Mei 2018 itu, sebenarnya apa yang ingin dicapai dengan kebijakan zonasi ini?
Tujuan zonasi secara implisit dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (1) Permendikbud No 14 tahun 2018;
‘PPDB Sistim Zonasi dan Non Zonasi
yang di dalamnya ada kebijakan zonasi
bertujuan untuk menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara objektif, transparan, akuntabel, nondiskriminatif, dan berkeadilan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan’.
VARIABEL PENENTU
Persoalan akses itu menjadi penting untuk selalu dijaga agar layanan pendidikan tidak dinikmati secara oligopsoni oleh kelompok orang tertentu saja.
Persoalan akses yang lebih adil itu tidak akan pernah selesai dengan sebuah kebijakan tunggal semata.
Mengapa demikian?
Karena variabel yang menentukan akses dalam layanan pendidikan bagi masyarakat sangat dinamik baik dilihat dari demand side maupun supply side.
Variabel seperti pertumbuhan penduduk, aspirasi pendidikan masyarakat, tersedianya sarana prasarana, jumlah guru dan tenaga kependidikan, serta kemampuan ekonomi masyarakat akan berpengaruh pada baik-buruknya akses warga masyarakat terhadap layanan pendidikan*.
Itulah sebabnya Permendikbud No 14 Tahun 2018 itu diterbitkan untuk memperbaiki permendikbud sebelumnya yang meregulasi PPDB juga di tahun lalu, yaitu Permendikbud No 17 Tahun 2017.
Penerimaan siswa baru dengan sistem zonasi memiliki visi jangka panjang strategis sesuai dengan semangat otonomi pendidikan dalam arti yang sebenarnya.
Dengan sistem itu, pemerintah daerah dengan gampang bisa melihat kebutuhan layanan pendidikan yang harus diberikan baik dalam aspek mutu, pemerataan, sarana prasarana, maupun dalam aspek keadilan memperoleh pendidikan bagi warga mereka.
Melalui sistem zonasi dengan gampang dilihat terjadinya kesenjangan demand dan supply pendidikan di wilayah pemerintah daerah baik kabupaten/kota maupun provinsi.
*Oleh karenanya, melalui kebijakan zonasi pemerintah daerah bersama pemerintah pusat bisa bersinergi membuat perencanaan jangka panjang dan road map pendidikan di wilayah itu
PEMETAAN
Selama ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak bisa selalu bersinergi dalam membuat perencanaan dan pemetaan kebutuhan layanan pendidikan di suatu wilayah pemerintahan daerah.
Dengan kebijakan zonasi, dapat diketahui ketimpangan sarana prasarana, kualitas layanan, kualitas dan kuantitas guru, daya tampung sekolah, rasio siswa terhadap rombongan belajar, dan sebagainya.
Melalui data yang muncul dari kebijakan zonasi itu, pemerintah daerah bersama pemerintah pusat bisa melakukan need assessment bidang pendidikan di wilayah daerah tertentu.
Tujuannya agar bisa melatih guru sesuai dengan kebutuhan mereka, membangun sekolah baru sesuai dengan lokasi yang banyak dihuni anak-anak usia sekolah, membangun jalan untuk mempermudah akses warga ke sekolah sekolah, memutasikan guru sesuai dengan kebutuhan sekolah, dan sebagainya.
Bahkan dengan tertatanya pendidikan atas basis zonasi, sekolah-sekolah dalam sebuah zonasi bisa melakukan resource sharing sumber daya pendidikan.
Tidak itu saja, pemerintah daerah juga bisa memotivasi, dan memberi insentif sekolah-sekolah dalam wilayah zonasi untuk bersaing mencapai kualitas unggul pada level antarzona pendidikan
–. Namun, kebijakan zonasi harus diikuti perluasan daya tampung dan peningkatan kualitas secara memadai dan lebih merata.
Kalau tidak, akan mudah muncul moral hazard dan black market pendidikan dengan munculnya penyalahgunaan surat keterangan tidak mampu (SKTM), dan migrasi penduduk fiktif untuk mendekati zona pendidikan yang menawarkan layanan pendidikan yang lebih bermutu.
Bila penyalahgunaan ini terjadi secara masif, layanan pendidikan yang lebih bermutu akan sulit tercapai
Dengan sistem itu, pemerintah daerah dengan gampang bisa melihat kebutuhan layanan pendidikan yang harus diberikan baik dalam aspek mutu, pemerataan, sarana prasarana, maupun dalam aspek keadilan memperoleh pendidikan bagi warga mereka.
Laporan : Agen Rizki JAKARTA
Agen. : 008