SPIONASE-NEWS.COM,- JAKARTA – Meski tak ada Jaminan Penanganan Covid-19, Buruh terpaksa ikuti New Normal karena harus kerja mendapat uang untuk biaya hidup.
Ramai-ramai ngomongin tata hidup baru atau the new normal life di masa pandemi virus Corona (Covid-19), buruh tak berdaya. Terpaksa harus ikut ke pusaran kebijakan new normal life, dikarenakan buruh harus bekerja untuk pendapatkan uang demi membiayai hidupnya, Sabtu (06/06/2020).
Hal itu disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban, menyikapi gencarnya upaya pemerintah mengkampanyekan kebijakan the new normal life di tengah masih meningginya ancaman virus corona.
“Siap tidak siap, harus terima. Karena kita ingin kembali kekehidupan normal. Bekerja dan mendapatkan uang untuk biaya hidup. Terlepas dari rasa khawatir, karena tidak ada jaminan Covid-19 tidak menyentuh kita,” tutur Elly Rosita Silaban
Sejauh ini, lanjutnya, buruh hanya bisa berpegangan dan berupaya mengikuti ketentuan protokol kesehatan yang telah disampaikan pemerintah dalam memasuki dunia kerja yang penuh ancaman.
“Yang penting ada protokolnya, physical distancing, masker, disinfectan, rajin cuci tangan. Yang jadi masalah adalah transportasi, seharusnya diperbanyak dengan isi penumpang dibatasi. Memang curva covid-19 masih tinggi penambahannya per hari. Pertanyaannya adalah sudahkah dipastikan kesiapan fasilitas kesehatan?” ujar Elly Rosita.
Elly menkankan, buruh juga memiliki prasyarat atau protokol yang diperlukan memasuki New Normal. Protokol dari rumah, di perjalanan dan di tempat kerja, buruh harus dipastikan sehat dan menggunakan masker. Dalam transportasi umum, menjaga jarak, dan hand sanitizer.
“Termasuk, pembayaran non tunai dan memakai helm sendiri kalau menggunakan ojek. Di tempat kerja tidak berjabat tangan, menggunakan masker, kurangi sentuhan dan keperalatan bersama, tidak berkerumun, cuci tangan. Setelah tiba di rumah langsung mngganti baju, dan membersihkan handphone, tas, kacamata dan lain-lain,” jelasnya.
Menyikapi langkah Menteri Tenaga Kerja (menaker) Ida Fauziyah yang menerbitkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor M/8/HK.04/V/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh Dalam Program Jaminan Kecelakaan Kerja pada Kasus Penyakit Akibat Kerja Karena Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), buruh tetap memberikan apresiasi saja.
“Tapi seperti biasanya, kalau Surat Edaran tidak begitu mengikat dan hanya dilempar begitu saja,” imbuhnya.
Apalagi, lanjut Elly, Surat Edaran itu sepertinya hanya diperuntukkan untuk tenaga medis dan tenaga kesehatan yang bertugas merawat pasien di rumah sakit.
“Seharusnya diperuntukkan bagi semua tenaga kerja, tanpa memandang di manapun dan jenis pekerjaan apapun. Benar, resiko terbesar adalah pada mereka yang bekerja di bidang kesehatan, front line,” ujar Elly Rosita.
Sedangkan upaya pemerintah me-launching Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) di masa pandemi Covid-19 ini, Elly menyatakan pesimismenya.
“Buruh setuju dengan adanya Tapera. Karena memang sudah diundangkan dari tahun 2016. Masalahnya adalah diberlakukan pada waktu yang tidak tepat, di saat buruh banyak kehilangan pekerjaan dan di masa Covid-19,” ujarnya.
Bayangkan saja, lanjutnya, di masa pandemi Covid-19 ini, di tengah banyaknya buruh yang tidak memperoleh upah atau gaji, namun tetap harus membayar iuran.
“Sebab, ini akan menambah beban. Karena harus berlaku segera dan akan langsung dipotong dari gaji. Selanjutnya, soal kontribusi terlalu besar yang ditanggung oleh buruh, 2,5% dan pengusaha hanya 0,5%. Saat itu, kita meminta pengusaha membayar 1% dan buruh 2%. Tetapi yang menjadi persoalan adalah karena berlaku umum untuk semua buruh, padahal kan tidak semua buruh tidak punya rumah,” bebernya.
Elly menandaskan, seharusnya kondisi buruh itu juga dipikirkan dan dipertimbangkan. “Karena pasti akan ada penolakan, karena menganggap buat apa mengiur sementara mereka sebahagian besar sudah punya rumah,” ujarnya.
Elly meminta, sebaiknya Peraturan Pemerintah soal Tapera itu direvisi. Terutama mengenai kepesertaan Tapera.
“Peserta Tapera adalah buruh yang tidak punya rumah dan tanpa ada batasan upah minimal, buruh yang menerima upah paling rendahpun berhak,” tandas Elly Rosita Silaban.
Laporan : Agen 008 HI