SPIONASE-NEWS.COM,- GOWA – Kasus TPKS di atas mobil dinas yang di duga dilakukan oleh 4 orang, yang dua di antaranya adalah anak pejabat Pemerintah Kabupaten Gowa, Namanya di sembuyikan, kini viral dan telah menjadi perbincangan publik masyarakat Sulawesi selatan.
Merespon hal tersebut, Aktivis Aenul Ikhsan selaku Direktur Eksekutif Lembaga Konsutasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Cabang Gowa Raya angkat Bicara.
Aenul Ikhsan mengatakan, ” Bahwa Kasus ini kami telah melakukan Aksi Demontrasi. Aksi kami dipimpin langsung oleh Jenderal Lapangan Nurhidayatullah selaku Direktur Pemberdayaan Masyarakat dan Partisipasi LKBHMI Cabang Gowa Raya. Setidaknya ada 4 tuntutan terkhusus kepada Kapolres Gowa dari segi penegakan hukum, Bupati dan BKPSDM Kabupaten Gowa dalam hal ini pemberian sanksi berat atas penyalahgunaan fasilitas Negara”, Jelasnya.
Menurut A. Ikhsan (Sapaan Akrabnya), kasus tersebut perlu pengawalan serius. Seringkali korban perempuan tidak terlindungi dalam sistem peradilan pidana, mekanisme perdamaian merugikan korban pemerkosaan. Serta dua diantara pelaku dekat dengan relasi kuasa, sehingga perlu di waspadai adanya Obstruction Of Justice sehingga pendampingan hukum sangat penting agar korban mendapatkan keadilan.
Lanjut Ikhsan, “Dengan tegas namun tidak merendahkan kinerja Kepolisian, menurut kami penyamaan persepsi aparat dalam penyelesaian perkara TPKS itu belum merata, mengapa demikian karena kadangkala korban perempuan tidak terlindungi dalam sistem peradilan pidana, kedua mekanisme perdamaian merugikan korban pemerkosaan. Dua diantara pelaku merupakan anak pejabat Pemerintah Kabupaten Gowa sehingga yang kami waspadai ada obstruction Of Justice (Menghalang-halangi Penegakan Hukum) dengan modus dorongan damai oleh kepolisian ini adalah tindak pidana lain yang juga di atur dalam pasal 19 UU TPKS”.
Ikhsan juga mendorong Penyidik Polres Gowa untuk mengacu pada Undang-Undang TPKS meskipun PERPOL No. 8 tahun 2021 telah mengatur penghentian tindak pidana berdasarkan Keadilan Restoratif Justice (RJ).
“Meskipun terdapat ketentuan penghentian perkara di PERPOL Nomor 8 Tahun 2021 tentang penhentian tindak pidana berdasarkan keadilan Restoratif yang menyatakan bahwa penyidik bisa melakukan penghentian perkara, tapi kasus ini tidak memenuhi persyaratan umum yaitu syarat materil di Pasal 5 huruf a yaitu tidak menimbulkan keresahan dan penolakan dari masyarakat”. Ungkapnya lagi.
Lebih lanjut dia memaparkan bahwa Kepolisian harus merujuk pada peraturan yang lebih tinggi dan lebih khusus yaitu Undang-Undang TPKS yang menganjurkan penyelesaian perkara tersebut sampai di pengadilan kecuali pelaku UU Perlindungan anak.
“Undang-Undang TPKS Telah mengatur bahwa hukum acara terhadap semua bentuk kekerasan seksual harus mengacu pada Undang-Undang TPKS, sehingga polisi harus mengikuti peraturan yang lebih tinggi ketentuan ini diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang TPKS yang berbunyi perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan diluar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak sebagaimana diatur didalam undang-Undang. Jadi jelas Yah, jika polisi berpendapat lain silahkan saja tapi intinya kasus tersebut harus selesai di pengadilan.” Sambungnya.
Ditambahkannya, Ikhsan menegaskan rekannya akan terus mengawal kasus tersebut sampai tuntas begitupun dengan sanksi terhadap ASN yang menyalahgunakan fasilitas Negara.
“Yah, untuk kepolisian tentunya harus lebih bijak dan berpihak pada korban dalam proses penanganan kasus tersebut dan untuk sanksi pemilik kendaraan dinas tersebut kami menunggu hasilnya sesuai janji perwakilan Bupati Gowa yaitu Kepala Kesbangpol dan Asisten 3, pada unjuk rasa LKBHMI jum’at (08/03/2024) kemarin,” Tutupnya.
Laporan : Agen 089 M.Rijal