Sudirman Hasyim

SPIONASE-NEWS.COM,- JAKARTA – Pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini masih menghantui masyarakat, walaupun belakangan ini tren penyebaranya mengalimi perlambatan.

Pemerintah mengkonfirmasi kasus positif Covid-19 yang tersebar di 34 Propinsi adalah bencana nasional dan berimbas pada semua sektor, terutama pada sektor pangan holtukultural seperti cabe merah.

Masalah pangan menjadi sangat penting sekaligus rentan bermasalah, apa lagi pada situasi bencana yang mengakibatkan ketersediaan akses terhadap makanan akan diperparah dengan semakin memburuknya pandemi itu sendiri serta larangan-larangan perpindahan penduduk yang mengikutinya. Hal ini juga sesuai dengan dengan Burgui (2020), yang menyatakan bahwa wabah suatu penyakit yang terjadi di dunia akan meningkatkan jumlah penduduk yang mengalami kelaparan dan malnutrisi.

Kekhawatiran pemerintah serta berbagai pihak mengenai kelangkaan bahan pangan ternyata tidak memudahkan petani sebagai penyedia pangan untuk masyarakat.

Petani, sebagai produsen makanan justru menjadi pihak paling terdampak dalam ancaman krisis ketahanan pangan, padahal petani merupakan profesi tunggal penyedia pangan yang seharusnya mampu tetap bertahan di tengah pandemi COVID-19.

Ironisnya yang terjadi setiap hari adalah penurunan harga komoditas pangan hingga pada level yang sangat rendah di berbagai wilayah di Indonesia terutama di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra barat.

Anjloknya harga komoditas pertanian sangat merugikan petani di tengah pandemi, petani yang menjadi tumpuan harapan sebagai produsen penyedia pangan bagi kelangsungan hidup penduduk di tengah pandemi justru terancam mengalami kerugian yang berakibat pada ketidakmampuan membeli bibit dan memperbaharui tanaman mereka.

Petani di wilayah perdesaan di beberapa wilayah di Sumatra barat, seperti di Pesisir Selatan mengalami penurunan harga berbagai komoditas pertanian seperti cabe merah/hijau, terong, dan buah-buahan.

Sebagai contoh, berdasarkan aplikasi cek harga pasar milik Kementerian Pertanian, SIHARGA, harga cabe di berbagai pasar di Pesisr Selatan yang sebelumnya mencapai Rp. 70.000/ kg pada awal bulan Februari 2020 turun drastis menjadi Rp. 10.000/kg pada April 2020, sementara di tingkat petani harga cabe merah keriting hanya Rp. 7.000 per kilogram per 30 April 2020.

Tentu saja hal ini berdampak pada petani di beberapa wilayah di Indonesia terutama di Pesisir Selatan, karena mengalami kerugian yang cukup besar dan terancam tidak bisa menanam lagi.

Menurut Siche (2020), terdapat tiga kelompok yang paling rentan terdampak dari wabah COVID-19 ini yaitu orang miskin, petani, dan anak-anak. Keberadaan petani pada golongan rentan merupakan fenomena yang unik karena mereka merupakan produsen bahan-bahan pangan yang menjadi tumpuan semua orang. Pada masa pandemi ini, petani kecil tidak memiliki akses terhadap pasar yang luas, sehingga hasil produksi pertaniannya hanya dijual seadanya di pasar lokal dengan harga yang murah. Selain itu, harga kebutuhan lain yang semakin meningkat termasuk harga bahan pertanian juga menambah kerentanan pada petani.

Tiga Poin Penyebab Penurunan Harga Komoditas Pertanian.

Menurut Dian W.U (2020) Pertama, pembatasan transportasi dan ekonomi akan mengganggu sistem pangan yang berjalan di Indonesia.

Diperkirakan 80 persen konsumen di negara berkembang terutama perkotaan mengandalkan pasar atau dari tempat lain untuk sumber pangan mereka, sehingga dengan diterapkannya pembatasan sosial dan transportasi akan mengganggu proses pendistribusian pangan tersebut (CSIS, 2020).

Hal ini tentu saja dapat semakin meningkat dengan dikeluarkannya beberapa kebijakan untuk mengurangi penyebaran COVID-19, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah di Indonesia.

Penutupan perbatasan yang berimbas pada lambatnya proses distribusi pangan juga mempengaruhi kualitas kesegaran produk pertanian yang berakibat pada penurunan harga komoditas pertanian di sejumlah wilayah di Indonesia.

Kedua, COVID-19 ini menyebakan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal atau kehilangan pekerjaan secara bersama-sama banyak penduduk Indonesia.

Menurut Suryani Motik, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia bidang UMKM, korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi COVID-19 bisa mencapai 15 juta jiwa (CNN Indonesia, 1 Mei 2020). Fenomena kehilangan pekerjaan secara masal mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat serta permintaan pasar yang dapat berimbas pada komoditas pertanian yang semakin tertekan.

Ketiga, berbagai aktifitas sosial masyarakat yang berdampak ekonomi terhenti seperti hajatan, kumpul-kumpul, serta silaturahmi yang biasanya hampir setiap akhir pekan dilakukan oleh masyarakat dan pada umumnya membutuhkan logistik yang cukup besar dalam penyelenggaraannya.

Terlebih pada bulan Ramadan, hampir seluruh masjid di Indonesia yang biasanya mengadakan buka puasa bersama saat ini tidak dapat dilakukan, sehingga permintaan akan bahan makanan semakin menurun.

Solusi: Memaksimalkan Peran Pemerintah Pusat.

Penurunan harga yang signifikan terhadap hasil pertanian bukan hanya terjadi di Pulau Jawa, tetapi di luar pulau jawa juga seperti di Sumatra Barat. Jika ditinjau lebih dalam, didapati bahwa Sumatra Barat merupakan salah satu sentra produksi pangan di Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa permasalahan yang terjadi berada pada rantai distribusi.

Permasalahan yang kemungkinan terjadi pada rantai distribusi ini dapat diperparah dengan diperpanjangnya karantina wilayah atau PSBB oleh pemerintah. Meskipun arus logistik merupakan salah satu aspek yang masuk dalam pengecualian, namun hal ini tetap berpotensi mengganggu kelancaran distribusi, terutama semakin meningkatnya waktu tempuh yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementrian Pertanian dan Kementrian Perdagangan perlu melakukan pemetaan ulang stok-stok komoditas pada masing-masing daerah guna memetakan arah pendistribusian pangan secara nasional.

Pendataan bukan hanya saja di pulau jawa, tetapi dapat dilakukan juga di Sumatra Barat, mulai tingkat kabupaten/kota yang ada dan apa saja komoditas yang dihasilkan serta perhitungan kebutuhan pangan masing-masing penduduk di daerah.

Optimalisasi fungsi kelompok-kelompok tani dan koperasi juga perlu dilakukan guna menyeimbangkan kebijakan yang dari pemerintah.

Kementan dapat sekaligus memanfaatkan ketersediaan data dan melalukan uji validitas dari kebijakan satu peta yang baru saja diluncurkan oleh pemerintah pada akhir 2019 sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk melakukan pendistribusian pangan diseluruh Indonesia.

Solusi lain yang penting untuk dilakukan adalah pengawasan harga-harga pangan, terutama oleh kemetrian perdagangan. Pengawasan mulai dari level produsen (petani) sampai di tangan konsumen sehingga produksi pangan tetap berjalan dengan optimal meskipun dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini.

Pemerintah dapat kembali mengaktifkan sistem-sistem ketahanan petani dari mulai tingkat desa dengan bantuan koperasi-koperasi desa. Beberapa wilayah di Indonesia telah menerapkan sistem koperasi untuk mengkontrol harga di tingkat petani sehingga harga yang diperoleh petani tidak jauh berbeda dengan harga pasaran.

Selain dari itu perlu pemerintah dapat mendorong masyarakat untuk membeli bahan makanan pada produsen-produsen kecil sehingga harga cenderung stabil dan meminimlisir permainan harga di tingkat distributor.

Selain dari beberapa hal diatas, kementrian pertanian dan kemetrian perdagangan harus smemperthatikan serius para petani local dan juga perlu turun cek langsung ke daerah-daerah, khusunya di Pesisir Selatan, Sumatra Barat untuk mastikan pasokan dan pedistrubuaian hasil holtikultural seperti cabai merah tidak merugikan petani disana, karna akhir-akhir ini mereka sangat terpukul dengan anjloknya harga cabe tersebut.

Sudah cukup pandemi ini menyiksa dan membenani para petani, jangan ada lagi beban yang berat buat mereka dan harus dingat, merelah soko guru dan denyut nadisnya perekonimian bangsa kita Indonesia.

Semoga pandemi ini dapat segera berakhir agar semua sektor kehidupan dapat berjalan kembali seperti semula, dan perekoniam nasional bangkit lagi dari kemerosotannya.

Penulis : Sudirman Hasyim, Direktur Advokasi dan Pengabdian Masyarakat Bakornas LEMI PB HMI

Laporan : Agen Fitri H

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here