Spionase-News.com–Yogyakarta--Setiap angkaswan/angksawati RRI sudah didoktrin dan disemangati oleh Tri Prasetia RRI demi menjaga visi bangsa, yakni Pancasila, UUD 1945. Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Pengawas (Dewas) Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI), Mistam, S.Sos, M.Si, dalam Rapat Kerja Forum Komunikasi Pemerhati (FKP) RRI, bertema “Sinergitas Forum Komunikasi Pemerhati (FKP) LPP RRI dalam Mendukung Program-Program Siaran RRI dalam Rangka Penguatan Kelembagaan RRI Melalui FKP RRI”.
Raker FKP kali ini diikuti 23 peserta, diadakan di Hotel Grand Keisha, Yogyakarta, 7-9 Mei 2018. Peserta Raker terdiri dari Pengurus Pusat FKP, Kordinator Nusantara (Kornus) yang mewakili FKP daerah, Direksi, Dewas dan Kepala Puslitbang Diklat LPP RRI. Ketua FKP RRI Makassar, Rusdin Tompo, juga menjadi peserta Raker ini.
Mistam memaparkan, menyelamatkan peralatan siaran dalam konteks kekinian berarti alat siaran RRI harus bisa jadi asupan yang sehat, bagi masyarakat dan tidak boleh melenceng dari visi bangsa.
Dikatakan, program-program acara di RRI itu merupakan matarantai yang merefleksikan keberpihakan RRI bagi masyarakat Indonesia. Tidak boleh matarantai ini terputus dari konsensus nasional.
“Jadi tantangan bagi insan penyiaran RRI adalah harus kreatif, inovatif serta solutif,” tegas Mistam di hadapan peserta Raker FKP LPP RRI.
Berkaitan dengan poin kedua dari Tri Prasetia RRI–bahwa RRI sebagai alat perjuangan dan alat revolusi–maka spirit teman-teman di RRI harus terjaga dari bias siaran yang merugikan kepentingan bangsa.
Sebenarnya, kata Mistam, arah dan tujuan penyiaran kita sudah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Tapi tampaknya belum ada media yang mendrive masyarakat sesuai visi bangsa. Karena itu, pada posisi inilah peran strategis yang mesti dimainkan RRI atas dukungan FKP.
Sesuai dengan kedudukannya sebagai Lembaga Penyiaran Publik, saat ini, RRI tidak mungkin melakukan propaganda dan sekadar jadi corong pemerintah. RRI tidak mungkin memproduksi siaran hoax dan siaran yang bisa mengancam integrasi bangsa. RRI, kata Mistam, dari A sampai Z, baik berita hingga hiburannya harus mengedukasi masyarakat.
Mistam mengkhawatirkan, dalam konteks penyusunan RUU Penyiaran, terkesan ada upaya dari kekuatan modal untuk mengarahkan perubahan UU demi keuntungan bisnis semata.
Dengan tetap berpedoman pada Tri Prasetia, berarti RRI itu berdiri di atas semua aliran dan golongan, RRI netral dan independen. Sehingga, kurang tepat jika RRI akan jadi Badan Layanan Umum (BLU) karena RRI hanya akan jadi subordinat dan berpotensi jadi corong atau alat propoganda pemerintah. Hal ini menjadi salah satu isu sentral, apalagi di tengah situasi politik seperti sekarang. Kita bertekad, bagaimana RRI tetap berada pada khittahnya sesuai Tri Prasetia RRI.
Mistam mengakui, RRI senantiasa membutuhkan masukan agar program-program siarannya membumi, sesuai kebutuhan masyarakat dan senantiasa aktual. Siaran-siaran RRI harus mampu merangkul generasi muda termasuk kalangan anak-anak. Karena pada merekalah masa depan RRI juga masa depan bangsa dan negara ini.
“Jika kita membuat program anak muda maka perlu cari penyiar muda, lagu-lagunya juga diselaraskan biar RRI makin dekat dengan generasi milenial,” pungkas Mistam
Penasihat FKP LPP RRI, Paulus Widiyanto, menegaskan perlunya RRI memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi, terutama media baru. Sekarang era digital, era konvergensi media, era multiplatform, yang sangat penting bagi RRI untuk menjangkau khalayat yang lebih luas.(*)
Agen : 008