SPIONASE-NEWS.COM,- JAKARTA – Saat era Hindia-Belanda di Semarang, hidup seorang tuan tanah yang juga pengusaha kulit kaya raya bernama Tasripin. Ia lahir pada 1834, empat tahun setelah Perang Jawa berakhir. Masa hidupnya sezaman dengan raja gula Semarang, Oei Tiang Ham.

Tanah Tasripan terdapat di daerah Semarang timur. Ia memiliki banyak aset bangunan dan tanah mulai sepanjang Jalan Bojong (Sekarang Jalan Pemuda), kampung-kampung Jalan Mataram, dan di banyak tempat lainnya, dilansir dari Okezone.com

Peninggalan Tasripin masih bisa ditemui di Kampung Kulitan. Di Kulitan, mayoritas rumahnya masih milik Tasripin. Masih ada rumah yang coraknya Melayu, campuran arsitektur kolonial.

Rumah bercorak campuran Melayu dan kolonial Belanda terlihat di Kampung Kulitan, Jagalan, Mataram Semarang. Atapnya lancip serta beberapa anak tangga di bawahnya. Ciri khas bangunanya berupa tiga daun pintu di beranda rumah.

“Tasripin membeli sejumlah tanah dari orang-orang Belanda untuk mengembangkan bisnisnya. Ia mempunyai rumah di daerah Jeruk Kingkit, Kampung Kulitan, Pederesan, Wot Prau, Gendingan, dan lainnya. Sebagian tanahnya juga digunakan untuk tempat tinggal para pekerjanya yang berasal dari pinggiran Semarang,”vkata Sri Buntoro, penggiat sejarah Semarang, Sabtu (27/3/2021).

Dimuat dikoran Algemeen Handelsblad tahun 1919, kekayaan Tasripin mencapai 45 juta Gulden. Rata-rata perbulannya omsetnya diperkirakan antara 35 hingga 40 ribu gulden.

Koran De Locomotief 1902 menuliskan bahwa Tasripin mengantongi izin untuk menyembelih ternak di tempat penjagalannya di Kampung Beduk. Salah satu pemanfaatan kulit hewan ternak ini adalah dalam pengembangan wayang kulit. Tasripin tak hanya usaha di bidang kulit, juga bisnis di bidang kopra, kapas, hingga properti.

“Awalnya pengusaha penyamakan kulit kambing dan sapi. Lalu usaha kopra, kapas, properti rumah, di Jalan Kolonel Sugiyono, Pemuda dan Mataram,” ucapnya.

Ia pun memiliki kapal untuk mengirim kopra kapas ke negara-negara Asia saat pelabuhannya masih ada di sepanjang Kali Semarang. Tasripin dikenal dekat dengan pemerintah kolonial Belanda.

Tasripin juga dikenal dekat dengan Ratu Belanda Willem alias Wilhelmina. Sejumlah uang koin diberikan Ratu kepada Tasripin. Pada kedua sisinya bergambar wajah Ratu Willem. Atas pemberian hadiah itu, ia kemudian memasang beberapa uang koin hadiah Ratu Willem di lantai rumahnya.

“Ia orang Jawa yang ditakuti Belanda. Serdadu Belanda tidak berani masuk ke rumahnya. Serdadu itu melihat ada gambar Ratu Belanda di lantai rumahnya. Kalau dia injak sama saja melecehkan simbol negaranya,”papar Buntoro.

Koran Bataviaasch Nieuwsblad 1919 memberitakan bahwa Tasripin wafat pada tanggal 9 Agustus 1919, pada usia 85 tahun. Tasripin juga mempunyai beberapa istri, anaknya antara lain bernama Amat Tasan yang mengalami masa-masa munculnya Sarekat Dagang Islam (SDI) yang kemudian menjadi Sarekat Islam (SI).

Setelah kematian Amat Tasan, bisnis keturunan Tasripin masih berjalan meskipun popularitasnya menurun. Sekitar 1950-an, sebuah badan usaha bernama Tasriepien Concern masih ada di Semarang.

“Keturunan-keturunan Tasripin kerap memakai suku kata ‘tas’ pada nama mereka. Tas Sekti misalnya, yang merupakan mertua dari Menteri Agama Republik Indonesia era Orde Baru, Munawir Sjadzali,” ujarnya.

Laporan : Agen Arung 001/DH.OZ

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here